Redaksi As Sunnah Madiun.wordpress.com
Bulan Dzulhijjah merupakan salah satu Arba’atun Hurum. Maksud
Arba’atun Hurum adalah 4 bulan yang memiliki kehormatan. Keberadaan 4
bulan tersebut disebutkan Allah
Ta’ala dalam firman-Nya (artinya) : “
Sesungguhnya
bilangan bulan di sisi Allah itu ada 12 bulan. Kesemuanya dalam
ketetapan Allah di hari Dia menciptakan langit dan bumi. Di antara (12
bulan) tersebut terdapat 4 bulan yang memiliki kehormatan …”[At Taubah:36].
Kemudian Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wasallam menegaskan dalam salah satu sabdanya (artinya): “
…
1 tahun ada 12 bulan. Di antara 12 bulan tersebut terdapat 4 bulan yang
memiliki kehormatan. 3 di antaranya tiba berturut-turut yaitu
Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Sedangkan yang satu adalah Rajab
yang merupakan bulan pilihan orang dari Mudhar dan terletak antara
bulan Jumaada (Jumaadats Tsaniyah/ Jumaadal Akhirah) dan Sya’ban …” [H.R Al Bukhari dan Muslim].
Apabila sesuatu itu mendapatkan kehormatan dari Allah Yang Maha
Mulia, maka kita -sebagai hamba-Nya- juga turut memberikan penghormatan
kepadanya. Barangsiapa mengagungkan atau menghormati sesuatu yang
diagungkan Allah, maka dia akan memperoleh pahala dari sisi Allah
Ta’ala. Allah berfirman (artinya): “
Demikianlah
(perintah Allah). Barangsiapa mengagungkan sesuatu yang diagungkan
Allah, maka itu lebih baik baginya di sisi Rabbnya.” [Al Hajj: 30].
Atas dasar itu, kita memuliakan bulan Dzulhijjah karena Allah telah
memuliakannya dan itu adalah tanda kecintaan kita kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Bulan
Dzulijjah tetap memiliki kemuliaan, sekalipun tidak sedikit diantara
kaum muslimin yang belum mengerti atau peduli dengan hal itu.
10 Hari Awal Bulan Dzulhijjah
Diantara hari-hari dalam bulan Dzulhijjah, 10 hari awal padanya memiliki keutamaan tersendiri. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda (artinya): “
Tidaklah
ada hari-hari lain yang amal shalih padanya itu lebih dicintai Allah
daripada (amal shalih) di 10 hari (awal Dzulhijjah) ini.” Lalu mereka (para shahabat) bertanya
: “Wahai Rasulullah, sekalipun amal shalih (di hari-hari lain) tadi adalah perang di jalan Allah?” Maka beliau menjawab
,”
Sekalipun amal shalih tersebut adalah perang di jalan Allah, kecuali
seseorang yang keluar berperang dengan jiwa dan hartanya lalu tidak
kembali sedikitpun dari jiwa dan harta tersebut.” [Al Irwa’ 953. Lihat Al Bukhari].
Al Hafizh Ibnu Hajar
rahimahullah berkata: “
Dan yang
tampak bahwa sebab keistimewaan 10 hari (awal) Dzulhijjah karena
berkumpulnya induk ibadah padanya seperti shalat, puasa, shadaqah dan
haji. Sedangkan keistimewaan tersebut tidak terdapat pada hari-hari
lain.” [Fathul Bari]
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
rahimahullah –ketika menerangkan hadits tersebut yang terdapat dalam Al-Bukhari- berkata: “
Hadits
ini sifatnya umum, bahwa seluruh amal shalih di 10 hari tadi dicintai
Allah ‘Azza Wa Jalla dan lebih utama daripada amal shalih di hari-hari
lain. Hadits ini mencakup segenap amal shalih seperti shalat, shadaqah,
membaca Al Qur’an, zikir, puasa dan sebagainya …” [Syarhul Bukhari].
Bahkan, beliau –dalam sebuah pernyataan- membandingkan bahwa amal
shalih di 10 hari (awal) Dzulhijjah itu lebih dicintai Allah daripada
amalan shalih di 10 hari akhir Ramadhan. Bersamaan dengan itu, manusia
telah lalai tentang hal tersebut. [Lihat asy-Syarhul Mumti’].
Adapun Syaikhul Islam
rahimahullah merinci perbandingan
tersebut. Rinciannya: bahwa 10 hari awal Dzulhijjah lebih utama
daripada 10 hari akhir Ramadhan. Sedangkan 10 malam akhir Ramadhan itu
lebih utama daripada 10 malam awal Dzulhijjah. [Lihat catatan kaki Al
I’laam]. Wallahu a’lam
Hanya saja terkait puasa di hari ke-10 Dzulhijjah yang memang
bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha dan puasa di hari Tasyriq (11,12
dan 13 Dzulhijjah), maka kedua puasa tersebut merupakan perkara yang
dilarang bila dikerjakan pada saat itu.
Puasa Arafah
Disebutkan dari Abu Qatadah
radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
Shallalahu ‘alaihi Wasallam pernah ditanya tentang puasa Arafah (9 Dzulhijjah –pen), maka beliau menjawab (artinya): “
(Puasa tersebut) menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” [H.R Muslim].
Para pembaca –semoga Allah merahmati kita semua- hadits Abu Qatadah
ini menerangkan keutamaan puasa di hari Arafah (9 Dzulhijjah) yaitu
menghapus dosa yang lalu maupun dosa yang akan datang. Yang dimaksud
menghapus dosa yang akan datang adalah seseorang yang akan berpuasa
Arafah diberi hidayah untuk meninggalkan dosa atau diberi taufik untuk
bertaubat bila telah melakukan dosa.
Adapun yang dimaksud dosa dalam hadits Abu Qatadah tersebut adalah
dosa kecil, bukan dosa besar. Hal itu karena dosa besar tidaklah bisa
dihapus kecuali dengan taubat. Allah
Ta’ala berfirman (artinya): “
Bila
kalian meninggalkan dosa-dosa besar yang kalian dilarang untuk
mengerjakannya maka Kami (Allah) akan menghapus dosa-dosa kalian” [An Nisaa’:31]
Faedah
1. Diharamkan bagi orang yang akan berkurban untuk memotong
rambut/bulu, kuku atau kulit (khitan) pada tubuhnya sejak tanggal 1
sampai dengan 10 Dzulhijjah atau usai menyembelih. Hal ini berdasarkan
hadits Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wasallam (artinya): “
Bila
telah masuk 10 hari awal Dzulhijjah, sedangkan salah seorang diantara
kalian ingin berkurban maka janganlah ia memotong rambut/ bulu atau
kulit pada tubuhnya sedikitpun.” Dalam riwayat lain: “
…dan memotong kuku pada tubuhnya.” [H.R Muslim].
Akan tetapi bila ternyata kuku orang yang akan berkurban tadi patah
atau ada rambut/bulu yang tumbuh menganggu maka boleh dipotong [Lihat
asy-Syarhul Mumti’].
2. Bila orang yang akan berkurban tersebut ternyata melanggar larangan Nabi
Shallallahu ‘alaihi Wasallam tadi,
maka penyembelihannya tetap sah namun ia berdosa sehingga wajib
bertaubat dan tidak ada fidyah (tebusan) baginya. [Lihat asy-Syarhul
Mumti’ dan Al Mulakhash Al Fiqhi].
3. Jika seseorang itu baru berniat berkurban di tengah 10 hari awal
Dzulhijjah dan ternyata saat itu ia sudah memotong rambut/bulu, kulit
atau kukunya maka larangan dalam hadits tadi berlaku sejak dia mulai
berniat. [Lihat asy-Syarhul Mumti’].
4. Larangan memotong rambut/bulu, kulit atau kuku tidak berlaku bagi
anggota keluarga orang yang berkurban tadi atau tidak berlaku pula hal
itu bagi rang yang semata-mata ditunjuk mengurusi hewan kurban.[Lihat
Syarhul Bukhari].
Larangan Menzhalimi Diri Sendiri di Bulan Dzulhijjah
Dalam salah satu ayat Al Qur’an, Allah
Ta’ala berfirman (artinya): “
Sesungguhnya
bilangan bulan di sisi Allah itu ada 12 bulan. Kesemuanya dalam
ketetapan Allah di hari Dia menciptakan langit dan bumi. Diantara (12
bulan) tersebut terdapat 4 bulan yang memiliki kehormatan. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menzhalimi diri
kalian sendiri pada bulan-bulan tersebut.” [At Taubah:36].
Ketika menyampaikan ayat ini dalam salah satu khutbah, asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
rahimahullah berkata: “
Rabb
kita Ta’ala telah melarang kita untuk menzhalimi diri kita sendiri pada
bulan-bulan tersebut. Sedangkan larangan dari menzhalimi diri sendiri
itu berlaku untuk seluruh keadaan dan tempat (kita berada). Namun 4
bulan ini memiliki kekhususan yang perbuatan zhalim terhadap diri
sendiri pada 4 bulan tersebut keadaannya lebih berat. Atas dasar itu
Allah melarang dari kezhaliman pada bulan-bulan tersebut secara
tersendiri. Maka hendaknya kalian menghormati dan mengagungkan
bulan-bulan tersebut. Jauhilah perbuatan zhalim pada diri sendiri di
bulan-bulan ini agar kalian beruntung. Lalu bila kalian bertanya: “Apa
maksud perbuatan zhalim terhadap diri sendiri?” (Jawabnya) perbuatan
zhalim terhadap diri sendiri bentuknya ada 2 macam:
-
meninggalkan perintah Allah
-
melakukan larangan Allah
Itu semua adalah perbuatan zhalim terhadap diri sendiri. Jiwa
itu merupakan amanah untukmu, sehingga engkau wajib menjaga amanah
tersebut dengan sebaik-baiknya. Arahkanlah jiwamu untuk mengerjakan
sesuatu yang merupakan kebahagiaan dan kebaikan bagi jiwa tersebut
serta jauhkan ia dari sesuatu yang merupakan kesengsaraan dan kejelekan
baginya.” [Adh-Dhiyaa’ul Laami’ Minal Khuthabil Jawaami’].
Para ulama menyebutkan sebuah kaidah yang menerangkan bahwa amal
shalih yang dikerjakan di waktu atau tempat yamg memiliki keutamaan
akan dilipatgandakan pahalanya di sisi Allah. Sedangkan amal jelek yang
dilakukan di waktu dan tempat yang memiliki keutamaan akan
dilipatgandakan dosanya di sisi Allah.
Dengan demikian, sudah selayaknya untuk kita menumbuhkan perhatian
terhadap tuntunan agama tentang perbuatan baik maupun buruk dimana dan
kapanpun kita berada, terlebih di tempat atau waktu yang memiliki
kehormatan. Semoga dengan itu kita mendapatkan keberuntungan dan
kebahagiaan. Allahlah Dzat yang senantiasa kita mintai pertolongan.
Wallahu a’lam bish-Shawaab
0 komentar:
Posting Komentar